Jatilan dalam Kemeriahan Festival Candi Kembar

Menuju kampung budaya dan wisata, Dusun Plaosan menggelar festival budaya Candi Kembar (Candi Plaosan). Acara tersebut digelar setiap hari Sabtu dan Minggu, sejak 5/11/2016 sampai 27/11/2016, di Dusun Plaosan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Berbagai tarian daerah ditunjukkan di sana. Selain itu, panitia juga mengadakan lomba bagi anak-anak, tingkat PAUD, SD, dan SMP. 
Tanggal 26 November nanti tentu akan lebih meriah lagi, sebab Menteri Kebudayaan dan Pendidikan (Mendikbud), Muhaddzir Efendy, akan turut hadir di acara akbar budaya ini.
“Silahkan datang kembali, tanggal 26 November, acara akan lebih semarak. Sebab Bapak Mendikbud akan hadir pula di Festival Candi Kembar,” kata Panitia dari atas panggung.
Saat kami berkunjung ke sana, Minggu (20/11/2016), tarian yang ditampilkan mulai dari tari Cemong, tarian Adi Arya Penangsang dari lereng Merbabu, dan tarian jatilan cilik dan dewasa. Namun yang paling seru dan mendebarkan adalah hiburan jatilan.
Tarian Arya Penangsang | Foto asmarainjogja, Asmara Dewo

Sebelum dimulai acara jatilan, tampak seorang pawang memecut-mecut tanah, sepertinya mengundang makhluk lain untuk acara tersebut. Rapalan doa ia sampaikan ke delapan penjuru mata angin ke arah langit sembari kedua telapak tangannya menyatu di depan dada.
Musik gamelan kembali berdendang, dan sinden dengan suara merdunya mengiringi musik khas Jawa itu. Para pemain jatilan sudah keluar dari balik pentas dengan seragam kaos berkerah lengan panjang merah dengan kombinasi hitam. Para pemain itu tampak pula memakai ikat kepala, layaknya seperti pendekar-pendekar Jawa.
Para pemain dan sekaligus penari jatilan mengiringi musik dengan gerakan yang serempak. Setiap pemain “menunggangi” kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman.
Sang surya sudah tidak begitu garang, sinarnya mulai lembut dari langit barat. Penonton semakin ramai, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, ibu-ibu, dan bapak-bapak, sampai yang sepuh sangat antusias menonton acara jatilan tersebut. Ramai, dan semakin ramai penonton sudah rapat mengerubungi pemain jatilan.
Pemain jatilan yang kesusurupan | Foto asmarainjogja, Asmara Dewo

Sekitar setengah jam tarian terus mengiringi alunan gamelan. Pemain berkumpul di satu titik, dengan masih tetap menunggangi kudannya, tubuh mereka tampak bergetar, lalu tiba-tiba mereka terpelanting terpencar. Ya, para pemain sudah tidak sadarkan diri.
Ada yang kerasukan, namun ada juga yang tidak kerasukan. Pemain yang kerasukan tadi wajahnya sudah berubah total. Matanya melotot tajam dengan wajah merah menyala. Menyeramkan. Namun ada juga matanya tetap terpejam dan terus menari. Bahkan pemain yang sejak awal masih sadar menggenakan kacamata hitam, sampai di akhir acara tetap memakainya. Guna kacamata itu mungkin agar mata pemain saat sudah kesurupan tidak begitu liar dan menakutkan. Sebab mata mereka sangat tajam menyapu penonton, dan juga sering menatap tajam langit.
Dengan rakusnya pemain yang sudah kerasukan tadi memakan sesajen yang sudah disediakan. Mulai dari makan kembang, kemenyan, buah-buahan, dan minum minyak duyung. Buah kelapa muda yang masih utuh dilepas serabutnya dengan menggunakan gigi. Wah.. kuat betul giginya.
Setelah serabut kelapanya terselepas semua. Penonton terkaget-kaget dan teriak histeris, saat kelapa muda yang tinggal tempurung tadi dipecahkan di atas kepalanya. Kemudian dengan rakus memakan degannya. Degan adalah bagian isi kelapa yang masih muda.
Jika ada pemain yang kesurupan dengan suka melawak dengan berbagai tingkah, ada juga yang ganas sekali, seperti mengejar-ngejar penonton. Lalu dikejar oleh para crew, dan membawa pemain tadi ke tengah ke lapangan. Nah, yang ganas ini pula biasanya suka menantang untuk dipecut.
Pecutan dari pawang berkali-kali menggelegar menghantam tangan, dan kaki pemain. Sekuat tenaga cambuk diayunkan lagi memecut pemain, namun selama itu pula pemain jatilan tidak merasakan sakit. Bahkan sisa merah saja tidak terlihat. Inilah uniknya hiburan jatilan yang masih ada dan terus dibudayakana di masyarakat Jawa.
Ketika hari mulai petang, satu persatu pemain sudah disadarkan kembali. Ada yang mudah disadarkan, namun ada pula yang sulit, bahkan tidak mau buru-buru disadarkan. Sangat beragam karakter pemain jatilan tersebut. Setiap pemain ada permintaan sendiri-sendiri untuk menyadarkannya. Ada yang menggunakan kuda-kudaan, ada dari topeng, dan lain-lain.

Proses sadarnya juga cukup lama, pemain tadi yang akan disadarkan dipegang beramai-ramai, lalu dibacakan mantra, oleh pawangnya. Dipengujung mantra, pawang dan para tim menutup mantra dengan suara yang sangat keras dan kompak. Seketika itu pula pemain sudah lemas dan sadarkan diri. Lalu digotong dengan tubuh lunglai tampak keletihan sekali.

Sumber: asmarainjogja.id

Kampung budaya Plaosan

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

Kantor Balai Desa Bugisan Buka Mulai 08.00 WIB Sampai 14.30 WIB